ShareThis

Kamis, 20 Januari 2011

PERAN LEMBAGA PAUD DAN ORANG TUA


PERAN LEMBAGA PAUD DAN ORANG TUA

Dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini (PAUD) tentu sangat berpengaruh peran pengelola, pendidik/tutor PAUD, orang tua/orang dewasa dan lingkungan baik biotik maupun abiotik yang ada di sekitar terhadap pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Di lingkungan lembaga pendidikan anak usia dini baik formal atau non formal, peran pengelola dan pendidik PAUD dalam merencanakan program, mengasuh dan membimbing anak sangat besar. Disamping itu pengaruh lingkungan sekitar, sarana dan prasarana, alat permainan edukatif (APE), kreatifitas pengelola dan pendidik/tutor PAUD dan budaya yang diciptakan akan sangat berpengaruh di dalam merangsang proses tumbuh kembang anak didiknya. Pada lingkungan pendidikan informal/rumah tangga, peran segenap anggota keluarga dan lingkungan tempat tinggal, baik biotik maupun abiotik disekitar rumah tangga sangat kuat mempengaruhi dan membentuk fisik, jiwa dan kepribadian anak yang sedang tumbuh dan berkembang, karena di samping kebutuhan pokok seperti kecukupan gizi, kesehatan, sandang dan rasa aman, anak perlu pengasuhan dan bimbingan yang tepat melalui kegiatan bermain dengan sarana dan prasarana yang cukup, termasuk bahan dan alat permainan edukatif (APE), agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, sesuai dengan usia dan irama tumbuh kembangnya.

ALAT PERMAINAN EDUKATIF (APE)

Alat Permainan Edukatif (APE) sangat penting di dalam proses pembelajaran anak usia dini baik di lembaga PAUD formal dan non formal maupun informal, karena proses belajar anak usia dini dilakukan melalui kegiatan bermain seraya belajar, melalui kegiatan bermain anak memperoleh pengalaman-pengalamannya sebagai proses kegiatan belajar yang aktif. Alat dan bahan permainan edukatif (APE) membantu anak mengembangkan potensi yang dimilikinya melalui kegiatan bermain. 
Di dalam penyediaan sarana prasarana, bahan, dan alat permainan edukatif seringkali terjadi kesalahan persepsi terhadap bentuk dan jenis alat permainan edukatif itu sendiri. Karena ketidaktahuan, gengsi, atau kreatifitas yang rendah seringkali mengira bahwa alat dan bahan permainan edukatif yang baik adalah APE yang mahal dan modern. Padahal alat permainan edukatif yang baik tidaklah diukur dari harga dan kecanggihan teknologinya. Kita tetap dapat menyediakan alat permainan edukatif dengan biaya yang murah, bahkan tanpa biaya sekalipun kita tetap dapat menyediakan alat permainan edukatif yang aman, menarik, dan merangsang anak untuk belajar, tumbuh dan terus berkembang. Berbagai macam benda disekitar kita dapat dimanfaatkan sebagai alat permainan edukatif, seperti batu, kerikil, daun, ranting, pasir dan air dapat digunakan sebagai bahan atau alat permainan edukatif tanpa harus mengeluarkan biaya, atau dengan biaya yang sangat sedikit. Selain itu, berbagai macam bahan limbah rumah tangga mudah ditemukan, seperti gelas dan botol bekas air mineral/minuman botol/kemasan, kertas dan kardus bekas (kardus sabun, kardus susu, kardus pasta gigi dan sebagainya) dapat dijadikan alat dan bahan permainan edukatif yang menarik bagi anak. Semua tergantung dari kecermatan dan kreatifitas pengelola, pendidik dan orang tua di dalam mengembangkan dan menciptakan alat permainan edukatif bagi anak-anaknya. Kemampuan lembaga atau orang tua di dalam pengadaan bahan dan alat permainan yang dibutuhkan seringkali terbatas, oleh karena itu pemanfaatan bahan alam dan limbah rumah tangga menjadi alternative yang sangat membantu di dalam menyediakan alat permainan edukatif bagi anak. Dari batu, kerikil, pasir, air, bahan limbah, daun, buah dan ranting tanaman, anak dapat bermain, mengukur dan berhitung, melakukan ujicoba dan pada akhirnya memperoleh pengalaman yang berharga. Peran pendidik dan orang dewasa dalam proses pembelajaran anak melalui kegiatan bermain adalah mendorong anak agar bereksplorasi lebih jauh dan semakin jauh sehingga memperoleh pengalaman-pengalaman berharga agar lebih berkesan dan melekat kuat dalam upaya mengoptimalkan tumbuh kembang anak di usia dini yang responsif.
Dari kegiatan bermain dengan menggunakan alat permainan edukatif (APE), anak mengalami proses belajar, melalui kegiatan bermain baik melalui kegiatan main sensorimotor, main pembangunan dengan bahan sifat cair dan terstruktur maupun main peran. Anak mencoba-coba dan bereksperimen yang pada akhirnya dapat menemukan hal-hal baru, anak dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan teman-teman sebaya, teman yang lebih tua dan lebih muda serta berinteraksi dengan lingkungannya. Dari kegiatan fisik yang dilakukan akan membentuk fisik yang sehat, kuat dan tumbuh sesuai dengan tingkatan usianya.

PENDEKATAN BEYOND CENTRE’S AND CIRCLE TIME’S (BCCT)

Metode pembelajaran dengan Pendekatan Beyond Center’s and Circle Time’s (BCCT) adalah metode pembelajaran anak usia dini melalui kegiatan bermain anak dalam sentra-sentra bermain dan saat-saat lingkaran. Pendekatan BCCT mendasarkan pada asumsi bahwa anak belajar melalui kegiatan bermain dengan benda-benda dan orang-orang disekitarnya (lingkungan biotik dan abiotik). Dalam kegiatan bermain, anak berinteraksi dengan lingkungannya, pengalaman bermain yang tepat dapat mengoptimalkan seluruh aspek tumbuh kembang anak, baik fisik, emosi, kognisi maupun sosial anak. Kegiatan bermain anak tersebut antara lain melalui tiga jenis kegiatan bermain yaitu main sensorimotor, main pembangunan dan main peran atau main simbolik. 
Main sensorimotor dijelaskan oleh Jean Piaget dan Sara Smilansky (1968) yang menyatakan bahwa anak usia dini belajar melalui kegiatan bermain dengan menggunakan panca indranya dan melalui hubungan fisik dengan lingkungan mereka. Kebutuhan sensorimotor anak didukung ketika pada mereka disediakan kesempatan untuk berhubungan dengan bermacam-macam bahan dan alat permainan, baik di dalam maupun diluar ruangan. Kegiatan bergerak secara bebas, bermain di halaman, dilantai atau dimeja dengan kursi, menyediakan banyak kesempatan untuk berhubungan dengan banyak tekstur dan berbagai jenis bahan mainan yang berbeda akan mendukung setiap kebutuhan perkembangan anak. Pengalaman main sensorimotor pada anak usia dini merupakan rangsangan untuk mendukung proses kerja otak dalam mengelola informasi yang didapatkan anak dari lingkungan saat bermain, baik bermain dengan badannya ataupun dengan berbagai benda disekitarnya.
Main pembangunan dibahas oleh Jean Piaget (1962), Sara Smilansky (1968), dan Charles and Mary Wolfgang (1992). Jean Piaget menyatakan bahwa kesempatan main pembangunan membantu anak untuk mengembangkan keterampilan yang akan mendukung keberhasilan sekolahnya kelak. Dr. Charles Wolfgang dalam bukunya yang berjudul School for Young Children, menjelaskan suatu tahap yang berkesinambungan dari bahan yang paling cair atau messy seperti air, ke yang paling terstruktur seperti puzzle dan balok. Cat, crayon, spidol, playdough, air, pasir dianggap sebagai bahan main pembangunan sifat cair atau bahan alam. Sedangkan balok unit, leggo, balok berongga, bristle blocks, puzzle dan lainnya yang sejenis yang ditentukan dan mengarahkan bagaimana anak meletakkan bahan-bahan tersebut secara bersama menjadi sebuah karya, dianggap sebagai bahan main pembangunan yang terstruktur. Anak dapat mengekspresikan dalam bahan-bahan ini dengan mengembangkannya dari proses bermain sensorimotor pada usia di bawah tiga tahun ke tahap main simbolik pada anak usia 3 sampai 6 tahun yang dapat terlihat dalam hubungan kerjasama dengan anak lainnya dalam menciptakan karya nyata.
Erik H. Erikson menjelaskan bahwa anak menyusun pengalaman dengan membuat suatu keadaan yang semestinya dan menguasai kenyataan melalui ujicoba dan perencanaan di dalamnya. Dalam keadaan yang ia buat sendiri, anak memperbaiki kesalahannya dan memperkuat harapan-harapannya. Anak mengantisipasi keadaan-keadaan masa depan melalui ujicoba-ujicoba. Selanjutnya Erikson menjelaskan bahwa ada dua jenis main peran yaitu main peran mikro dan main peran makro. Selama tahap awal main peran, anak melakukan percobaan dengan bahan dan peran. Sebagai contoh, anak memakai baju dan melepaskannya, mendorong gerobak dan kereta barang, membawa boneka bayi mengelilingi ruangan sambil bernyanyi, membuka dan menutup lemari, mengisi dan membongkar mainannya dan sebagainya. Saat anak berkembang melalui pengalaman main peran, mereka juga “memeriksa egonya” belajar menghadapi pertentangan emosinya, memperkuat dirinya sendiri untuk masa depan, menciptakan kembali masa lalunya dan mengembangkan keterampilan khayalan. Tujuan akhir main peran adalah belajar bermain dan bekerja dengan orang lain. Hal ini merupakan latihan untuk pengalaman-pengalamannya di dunia nyata selanjutnya.
Main peran mikro adalah kegiatan bermain peran/role play dengan menggunakan bahan-bahan main berukuran kecil seperti rumah boneka lengkap dengan perabotnya dan orang-orangan sehingga anak dapat memainkannya, atau rangkaian kereta api dengan rel dan jalan dengan mobil, lapangan pesawat udara, kebun binatang dan orang-orang kemudian anak memainkannya lengkap dengan scenario yang biasanya disusun seketika dan dimainkannya bersama teman-temannya dalam satu session. Sedangkan main peran makro adalah main peran sesungguhnya dengan alat-alat permainan berukuran sesungguhnya dan anak dapat menggunakannya untuk menciptakan dan memainkan peran-peran, misalnya main dokter-dokteran maka alat permainan yang digunakan antara lain stetoskop mainan ukuran besar, replica jarum suntik, buku resep dan ballpoint, meja pendaftaran, petugas pendaftar, perawat yang membantu dokter, kamar periksa dan sebagainya yang semuanya dalam ukuran besar dan dapat dipergunakan seperti kegiatan sesungguhnya. Atau dalam skala besar misalnya kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga, ada alat-alat rumah tangga, ruang tamu, ruang makan, kamar tidur, meja belajar, garasi dan sebagainya dan anak-anak ada yang berperan sebagai Bapak, Ibu, kakak, adik dan sebagainya. 
Dalam kegiatan bermain anak di lembaga PAUD dan dilingkungan/keluarga dapat dilakukan melalui penyediaan bahan dan alat edukatif dalam sentra-sentra bermain, dengan terlebih dahulu menyusun tema dan memberikan pijakan-pijakan guna mengelola kegiatan bermain anak agar berjalan tertib dan lancar sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Pijakan lingkungan antara lain bertujuan :
· Mengelola awal lingkungan main dengan bahan-bahan yang cukup (minimal 3 tempat main untuk setiap anak);
· Merencanakan intensitas dan densitas pengalaman (jumlah waktu dan kepadatan kegiatan bermain);
· Memiliki berbagai jenis bahan dan alat main yang mendukung tiga jenis main : sensorimotor, pembangunan dan main peran;
· Memiliki berbagai bahan yang mendukung pengalaman keaksaraan (meronce, meremas, melipat, menyobek, menggunting dsb.);
· Menata kesempatan main untuk mendukung hubungan sosial yang positif;
Sebelum kegiatan bermain maka perlu pijakan pengalaman sebelum main yang dapat dilakukan dengan :
· Membacakan buku yang berkaitan dengan pengalaman atau mendatangkan nara sumber;
· Menunjukkan konsep yang mendukung perolehan keterampilan keterampilan kerja (standar kinerja);
· Memberikan gagasan bagaimana menggunakan bahan-bahan main;
· Mendiskusikan aturan main dan harapan untuk pengalaman main;
· Menjelaskan rangkaian waktu main;
· Mengelola anak untuk keberhasilan hubungan sosial;
· Merancang dan menerapkan urutan transisi main. 
Sedangkan selama kegiatan anak bermain sangat perlu pendampingan dan pijakan pengalaman main pada setiap anak yang dapat dilakukan dengan :
· Memberikan waktu kepada anak untuk mengelola dan memperluas pengalaman main mereka;
· Mencontohkan komunikasi yang tepat;
· Memperkuat dan memperluas bahasa anak;
· Meningkatkan kesempatan bersosialisasi melalui dukungan pada hubungan teman sebaya dan orang disekitarnya;
· Mengamati dan mendokumentasikan perkembangan kemajuan anak.
Setelah aktifitas bermain anak selesai, guna memperkuat pengalaman bermain yang diperolehnya perlu sekali diberikan pijakan pengalaman setelah main agar dapat : 
· Mendukung anak untuk mengingat kembali pengalaman mainnya;
· Menggunakan waktu membereskan sebagai pengalaman belajar yang positif melalui pengelompokkan, urutan dan penataan lingkungan main secara tepat;
· Berani tampil di depan teman-temannya untuk menceritakan pengalaman main yang telah dialaminya.
Pengertian Pijakan (Scaffolding) sesungguhnya adalah skenario yang harus disusun dan dilaksanakan serta perlakuan yang akan diterapkan terhadap kegiatan bermain setiap anak. Pijakan harus direncanakan dengan matang dan sistematis dengan mengikuti rencana pembelajaran dan tema yang telah ditentukan. Dengan pijakan diharapkan anak bermain selalu dalam bimbingan, asuhan, dan pengawasan sehingga betul-betul dapat memperoleh manfaat dan pengalaman bermain secara optimal. (MY)

2 komentar:

  1. Artikelnya bermanfaat sekali buat lembaga paud dan orang tua. Trims.

    BalasHapus
  2. terimakasih kembali,semoga pendidikan di negara kita semakin sukses dan bertekhnologi....

    BalasHapus